Petak Umpet Tuhan
(Tri Hardiansyah)
(Tri Hardiansyah)
Pagi yang masih terasa dingin karena di guyur hujan hingga permukaan
bumi masih terlihat sembab, embun pun kian terlihat jernih menetes dari
dedauan, kabut pagi masih terlihat asyik menyelimuti bangunan-bangunan
yang indah dan penuh warna itu, seberjik cahaya lampu memantul dari
jendela membuat ku tersentak bangun dari tidur yang letih dalam sejam.
Aku tak bisa tidur lantaran layar monitor yang menolak ku tadi malam,
ku bayangkan ribuan orang lulus dan puluh ribuan orang tak lulus dan aku
termasuk dalam puluhan itu, ku rasakan betapa letihnya mengarungi
semangat yang naik turun karena gelombang kegagalan yang mengintai, dan
kusarakan betapa sulitnya ku jalani kehidupan ini, berjuang mulai dari
tanah yang berlumpur kemudian tandas di dalam peperangan yang menghimpit
bulu nadi ku, berbagai macam kabar dari teman-teman ku, ada yang
tertawa geli karena dia lulus dan kemudian menaksehati ku dengan
prihatin seolah diriku tak mampu lagi bernafas dan dia ucapakan shadat
karena nafas ku sudah di tenggorokkan dan ada juga yang bergembira meski
gagal, ada yang terlarut dalam ke perihan ini, keperihan yang tak dapat
dirasakan oleh siapa pun kecuali mata hati mereka sendiri, berdiri
tegap aku pada mereka melancarkan bantuan-bantuan yang mugkin tak juga
dapat membuat mereka selamat ku katakan kepada mereka,
“Allah berkata lain untuk mu dan aku karena itu semnagatlah,”
“Tuhan tak sejalan dengan ku, dan aku tak setegar dirimu”
“Aku mengerti, sobat, mungkin telah di rangkai sebuah tulisan yang indah di dadalam buku malaikat akan realita dan liku-liku kehidupan kita, dan sekarang kita berada di tikungan yang tajam yang menanjak yang harus di tancap gas penuh strategi hingga mencapai sebuah ke indahan yang semerbak harumnya”
“Tapi kapan semuanya akan berakhir, apakah Tuhan tak mengerti nasip ku dan nasip keluarga ku yang mengharapkan aku mampu untuk menyumbangkan perbaikan kehidupan dan tatanan kelurga ku, yang terus di himpit bumi ini”
“Sobat Allah itu maha segalanya, Allah itu tidak tuli dan Allah itu tidak tidur Dia akan membalas semua usaha kita, jika belum sekarang mungkin nanti di saat engkau akan benar-benar membutuhkannya, karena itu bersyukurlah dan tetap semnagat, setidaknya kita telah beurusaha untuk bisa lulus”
“Jika Tuhan maha segalanya mana mungkin Dia membiarkan aku tertatih-tatih dalam kegagalan yang nyata ini, dan di mana Tuhan itu berada, dimana Dia”
“Sobat Allah itu lebih dekat dari urat leher mu, Dia yang menemani hati kecilmu itu menangis, Tak perlu kau cari Allah dia sudah tau maksudmu, Dia telah melukiskan semuanya sebelum kita turun ke dunia ini, kita ini bagaikan main petak umpet denagan Tuhan jika kita berusaha mencari yanh tertulis maka kita akan mendapatkannya, ada yang mudah di cari dan ada yang sulit, dan saat ini Tuhan lagi bersembunyi dalam sebuah ke indahan yang yang telah dia persiapkan, dan kita ini bak mencari emas di perut bumi ini, jika kita berusaha dan gigih mencarinya lama-lama kita akan mencapainya jika kita putus asa emas kita akan hilang di tangan orang lain, sekarang engkau tak boleh menyalakan Tuhan karena Tuhan maha segalanya Dia memberikan permainan bak sebuah petak umpet, menguji seberapa sungguh-sungguh mimpi mu itu, dan akan memper kuat pertahanan mimpi mu itu, ambilah pelajaran yang terlukis dari perjalanan hidup ini.”
Aku terpaku dalam kata-kata yang memang terkadang keluar dari otak ku, membaur menjadi satu, meski terlihat tegar nan gagah aku lapuk, letih dan lemas tak berdaya menghadapi petak umpet Tuhan, Tuhan terlalu bersembunyi dalam permainan ini, dada ku resa bukan kepalang, air mata bak air hujan mengguyur semalaman suntuk hingga tidur pun aku hanya satu jam, ku berkata dalam hati mungkin Tuhan telah menghukum ku, atau Tuhan mengazab ku lantaran aku ini terlalu berdosa dan mudah putus asa, tetapi pikiran lain lahir dalam lubuk hati ku, ah sudahlah mungkin Tuhan telah mempersiapkan kado teridah untuk ku, untuk semua usaha yang berakhir tragis ini, untuk mimpi yang di lelang waktu hingga belum mampu ku capai, Bukan kah Tuhan telah menjanjikan sebuah ke nikmatan yang besar jika aku sabar dan bersungguh-sungguh.
“Allah berkata lain untuk mu dan aku karena itu semnagatlah,”
“Tuhan tak sejalan dengan ku, dan aku tak setegar dirimu”
“Aku mengerti, sobat, mungkin telah di rangkai sebuah tulisan yang indah di dadalam buku malaikat akan realita dan liku-liku kehidupan kita, dan sekarang kita berada di tikungan yang tajam yang menanjak yang harus di tancap gas penuh strategi hingga mencapai sebuah ke indahan yang semerbak harumnya”
“Tapi kapan semuanya akan berakhir, apakah Tuhan tak mengerti nasip ku dan nasip keluarga ku yang mengharapkan aku mampu untuk menyumbangkan perbaikan kehidupan dan tatanan kelurga ku, yang terus di himpit bumi ini”
“Sobat Allah itu maha segalanya, Allah itu tidak tuli dan Allah itu tidak tidur Dia akan membalas semua usaha kita, jika belum sekarang mungkin nanti di saat engkau akan benar-benar membutuhkannya, karena itu bersyukurlah dan tetap semnagat, setidaknya kita telah beurusaha untuk bisa lulus”
“Jika Tuhan maha segalanya mana mungkin Dia membiarkan aku tertatih-tatih dalam kegagalan yang nyata ini, dan di mana Tuhan itu berada, dimana Dia”
“Sobat Allah itu lebih dekat dari urat leher mu, Dia yang menemani hati kecilmu itu menangis, Tak perlu kau cari Allah dia sudah tau maksudmu, Dia telah melukiskan semuanya sebelum kita turun ke dunia ini, kita ini bagaikan main petak umpet denagan Tuhan jika kita berusaha mencari yanh tertulis maka kita akan mendapatkannya, ada yang mudah di cari dan ada yang sulit, dan saat ini Tuhan lagi bersembunyi dalam sebuah ke indahan yang yang telah dia persiapkan, dan kita ini bak mencari emas di perut bumi ini, jika kita berusaha dan gigih mencarinya lama-lama kita akan mencapainya jika kita putus asa emas kita akan hilang di tangan orang lain, sekarang engkau tak boleh menyalakan Tuhan karena Tuhan maha segalanya Dia memberikan permainan bak sebuah petak umpet, menguji seberapa sungguh-sungguh mimpi mu itu, dan akan memper kuat pertahanan mimpi mu itu, ambilah pelajaran yang terlukis dari perjalanan hidup ini.”
Aku terpaku dalam kata-kata yang memang terkadang keluar dari otak ku, membaur menjadi satu, meski terlihat tegar nan gagah aku lapuk, letih dan lemas tak berdaya menghadapi petak umpet Tuhan, Tuhan terlalu bersembunyi dalam permainan ini, dada ku resa bukan kepalang, air mata bak air hujan mengguyur semalaman suntuk hingga tidur pun aku hanya satu jam, ku berkata dalam hati mungkin Tuhan telah menghukum ku, atau Tuhan mengazab ku lantaran aku ini terlalu berdosa dan mudah putus asa, tetapi pikiran lain lahir dalam lubuk hati ku, ah sudahlah mungkin Tuhan telah mempersiapkan kado teridah untuk ku, untuk semua usaha yang berakhir tragis ini, untuk mimpi yang di lelang waktu hingga belum mampu ku capai, Bukan kah Tuhan telah menjanjikan sebuah ke nikmatan yang besar jika aku sabar dan bersungguh-sungguh.
Aku sepertinya bagian dari orang sumatera yang beriramakan jawa, mudah
putus asa dan bangkit kembali, meski kegagalan sepertinya sudah menjadi
pengintai terhebat dan musuh yang amat tangguh bagi ku, hingga aku
bermain, meloncat sana-sini dan aku pun masih kalah dalam melawan ke
gagalan, ku pandangi wajah ku yang masih tergumpal-gumpal sisa air mata
dan kusapu, waktu telah membuat kegagalan mengintai ku, dan kemalasan
membuat ku menyesal, ku pandang lagi wajah ku dan aku berkata “apakah
memang layak aku mencapai mimpi ku” kemudian tak sempat aku berpikir
datang cicak yang menghampiri ku seakan berkata “hasilmu itulah gambaran
dari usahamu, berjuanglah lebih keras lagi” dan cicak itu pun pergi
cahaya lampu terus memantulkan cahayanya melaluit cermin motor kemudian
berbelok ke arah cermin yang lebih besar, ku tatap wajah ku
“Tuhan cukuplah permainan petak umpet ini, aku disini terlahir sebagai pemenang, jika hal sekecil ini ku risaukan maka itu bukanlah sang juara, aku harus menang, tak ada waktu lagi buat ku bercanda gurau dengan malas, kegagalan telah merenggut empat piala yang membuat ku sebagi penonton, aku berdiri untuk menang, untuk sebutir senyum ibu dan bapak ku, aku akan berusaha sekuat tenaga setalah apa yang Engkau beri untuk ku, aku akan menang dan bantulah aku wahai Tuhan”
“Tuhan cukuplah permainan petak umpet ini, aku disini terlahir sebagai pemenang, jika hal sekecil ini ku risaukan maka itu bukanlah sang juara, aku harus menang, tak ada waktu lagi buat ku bercanda gurau dengan malas, kegagalan telah merenggut empat piala yang membuat ku sebagi penonton, aku berdiri untuk menang, untuk sebutir senyum ibu dan bapak ku, aku akan berusaha sekuat tenaga setalah apa yang Engkau beri untuk ku, aku akan menang dan bantulah aku wahai Tuhan”
Bergumpal-gumpal cahaya mentari ikut menghapus rasa sedih dan risau ku,
melambaikan cahayanya dari jendela, embun-embun ikut berlari dari rasa
sedih ku, dan nyamuk-nyamuk pun pergi, beranjak ku pergi dari depan
cermin untuk menyiram sekujur tubuh ku yang sedikit lelah tumbang dari
kegagalan yang menyeret tidur malam ku, dan butiran nasi sudah tiga hari
ini tak masuk ke perut ku lantaran di jegat rasa frustasi, sekarang ku
basuh seluruh tubuh ku memulai jalan yang baru dan kehidupan yang lebih
baru, menghadapi tantangan Tuhan dalam petak umpet yang lebih sulit
lagi.
Meski mimpi dan takdir Tuhan itu aneh bahkan lebih aneh dari orang gila dan putus cinta, aku akan membuat pelajaran tersendiri, mimpi itu harus terhuwud nanti, itulah di benakku.
Meski mimpi dan takdir Tuhan itu aneh bahkan lebih aneh dari orang gila dan putus cinta, aku akan membuat pelajaran tersendiri, mimpi itu harus terhuwud nanti, itulah di benakku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar