Di balik Awan Gelap
Pertama
saat aku melihat dan menginjakkan kaki di atas pondasi pendidikan yang sangat
indah dan mewah, kemewahannya menyumbang berbagai prestasi untuk negeri ini,
guru-guru yang handal yang memang pantas jika di bilang unggul, otak mereka
begitu bekerja dalam mengajar mengayunkan melodi pelajaran dengan enak dan
sangat menyenangkan aku terkagum-kagum bukan kepalang, jika mereka menjelaskan
seperti semua buku pelajaran milik mereka, jika mereka berhitung seakan mereka
penemu angka-angka itu.
Saat
itu semua isi sekoalh kedatangan seorang guru yang juga kehebatannya luar biasa
dari universitas yang terkenal di negeri ini, dengan gelar yang juga tinggi,
aku benar-benar kagum dengan ini guru, mengingatkan betapa kecilnya aku yang
dari desa yang jauh dari pangkuan kota besar seperti mereka, guru ku telah
menghipnotis pribadi ku, apalagi isi sekolah ku ini memang orang yang unggul
dan ber IQ tinggi, aku lagi-lagi terasa kecil untuk bersaing dengan mereka,
pada saat aku kelas x aku masih ingat dengan pertanyaan saat aku mulai masuk di
sekolah ini, “Siapa yang juara kelasnya saat SMP?” seorang guru dengan jilbab
yang membuat dirinya tampak indah, dengan sekontan saja siswa menjawab dengan
mengangkat jarinya, kulihat pemandangan luar biasa ternyata semua isi kelas ku
saat itu semuanya juara umum satu sampai tiga, aku yang juga pemegang juara
kelas saat di SMP yang terpencil itu tak mampu mengangkat jari karena malu jika
di bandingkan dengan mereka, mereka di isi dengan ilmu dan buku yang luar biasa
banyaknya sementara sekolah ku yang didesa hanya mengandalkan ilmu guru yang
keluar dari mulutnya karena jauhnya jarak untuk membeli sebutir kertas yang
berilmu, aku sangat membenci jika anak-anak yang telah di berikan kesempatan belajar
di sia-siakan, aku pun tertunduk malu ketika kat-kata kepala sekolah SMP ku
pernah berkata saat kami upacara dengan podium yang tak semewah di sekolaha
lain beliau berkata “Jika kalian memang hebat keluar kalin dari sekolah ini
setelah lulus nanti dan rasakan kebatan sekolah di luar sana, kalian bagaikan
katak dalam tempurung” katanya dengan bijak seolah pidatao bung karno,
kata-kata itu memang benar dan ku rasa sangat benar, saat itu kami terlalu
sombong dengan kondisi jalan yang
bagaikan lumpur dan gelapnya jika malam dan hitamnya hidung kami jika
belajar karena asap yang menebus hidung kami dengan lampu yang biasa kami sebut
lampu batuk.
Salut-salut
bukan kepalang untuk penduduk sekolah ku saat SMA, tapi ada suatu yang sangat
ku benci dari seolah yang megah ini, penghuninya salain hebat dan taat juga tak
kalah dengan kondisi yang tak beradap mereka sombong dan memperkecil orang yang
sudah kecil, saat itu aku berjanji di dalam hati ku “aku harus lebih berhasil dari orang yang pernah kulihat ini” janji itu membuat ku tak bias nyenyak tidur
karena pernah seorang guru mengtakan kepada ku “anda itu bodoh, dan jika anda
bertemu dengan saya anda harus berhasil” meski kata-kata itu memotivasi saya,
tapi saya sangat benci kata-kata itu, mereka tidak menyadari jika ingin
menyamai kedudukan dengan siswa yang lain aku harus menyiapkan dua tahun duduk
di depan buku-buku sementar mereka hanya duduk saja dalam satu menit karena
mereka telah menerimanya dengan kondisi yang berbeda, di desa ya di desa
semuanya tak mudah di jangkau selayaknya di kota, ilmu di kota dan buku di kota
itu luas apalagi jika telah di setel dengan internet yang akan memperdalam
ilmu, sementara di desa jangankan internet buku pun hanya mampu di beli setahun
sekali karena itu, aku akan berusaha dengan sekut tenaga untuk memenuhi janji
aku itu, mimpi ku begitu kuat meski terkadang aku terjatuh dan kecewa dengan
mimpi itu, dengan mimpi itu aku akan sekuat tenaga agar mencapai terangnya
kehidupan di balik awan yang terlihat gelap, teman-teman dan perjalanan hidup
dari desa yang terpencil membuat ku yakin bahwa aku mampu mencapai mimpi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar