12 Maret 2011

Saat Selendang akan Terbang

Saat Selendang akan Terbang
(BY: Tri Hardiansyah)
            Hujan turun lagi membasahi kerajaan, tak terlihat mentari menampakkan wajahnya di pagi itu. Tetesan air mata satu-persatu membasahi pelupuk mata yang telah terhubung erat di dalam jiwa. Derasnya air hujan menyepikan isak tangis para Pujangga dan para Bidadari yang akan ditinggal para pendidik untuk memperdalam ilmu dan menyebarluaskannya. Suara-suara yang indah melantun bagaikan alunan biola, kini telah terdengar berlahan-lahan hilang tak mengisi lagi hari-hari Pujangga dan Bidadari seperti biasanya. Para Pendidik pun berlahan-lahan meninggalkan Istana, yang kini terlihat kekosongan para pemimpin.
            Hari-hari yang telah di lewati dan saat para Pujangga dan Bidadari akan mengibaskan selendangnya menuju bumi yang penuh tantangan. Para Pendidik pun pergi satu-persatu karena tita Raja, tak dapat di pungkiri meski para Pendidik yang susah payah membangun dan menghiasi Istana, melawan terik mentari dan serangan para musuh harus harus pergi meninggalkan Istana yang belum begitu indah dan kuat, para Pujangga dan Bidadari hanya terisak tangis tak mampu menatap kepergian para Pendidik. Padahal di saat seperti ini Kekuatan dan strategi harus disusun rapi, para Pendidik pergi, entah di mana pemikiran raja sehingga Selendang yang dikibaskan para Pujangga dan bidadari harus di tempuh tanpa dukungan yang kuat.     (BERSAMBUNG)

Tidak ada komentar: