Tampilkan postingan dengan label B. Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label B. Indonesia. Tampilkan semua postingan

29 September 2011

Contoh Surat Izin Sekolah

Indralaya , 27 agustus 2010
Kepada
Yth. Kepala Sekolah / Wali Kelas  X.C
SMA Tri Kuang
Di Indralaya

Dengan Hormat
            Bersama surat ini saya mohon kepada bapak/ibu wali  murid kelas X.C SMA Tri Kuang  untuk dapat memberikan i z in kepada keponakan saya:
            Nama               : Kuang Thy
            Kelas               : X.C
Untuk tidak masuk sekolah pada hari ini dikarenakan sakit.
            Demikian atas perkenaan  i zin yang diberikan  saya selaku  wali murid mengucapkan terima kasih.



                                                                                                Hormat Saya
  Wali murid

  Haryakuang

19 Mei 2011

Putih Abu-abu

Ketika awan terbentang lebar
menarik sinar mentari yang terus menemani saat akan bersama,
saat semua orang tak mampu berbicara
saat mata telah terbuka akan indahnya sebuah kebersamaan
      kini, kini tibala saatnya kita menarik sebuah kebersamaan itu
      tinggal mengenang akan indahnya sebuah kebersamaan itu
      saat kita memandang deretan tinta para pengabdi, menjelma menjadi profesional

      indahnya semua itu telah kita ukir, kita lukis diatas alunan bumi
Ingin rasanya ku menangis, hingga tak ada lagi rasa sedih
Teman, Guru engaku lah pelajaran dalam perjalan hidup ku ini
engkau bagaikan bumi yang selalu ku pijak,

engkau bagaikan mentari yang selalu menemain hari ku
      Tak ada sebuah kata abadi, tak ada kata yang tak bersalah
       Engkau hadir di dalam jiwa menentramkan hati yang buta akan ilmu-ilmu hidup

       Tiada yang tak bersalah dan tak berdosa
       Jika kita bersama, karena kesalahan itu keakraban kita bersama
Kini Akhir putih abu-abu kita gendeng

diatas kursi dan bangku yang tak kalah bersahabat
Selamat jalan teman, lukislah kebersamaanyang indah ini
ingatlah aku meski aku tak ada di hadapanmu
Semoga kita dipertemukan dalam keadaan sehat dan sukses

11 Mei 2011

Kata-kata Motivasi



Aku bukanlah harimau yang gagah aku juga punya hati, itulah kata2 sahabatku saat semua telah tersirat jernih tak berbekas
HIDUP PERLU BAHAGIA BUKAN TEGANG DENGAN KEADAAN, itulah alunan bicaraku yang berantakkan tapi sedikit bermakna
Dengan bicara semuanya selesai tusukkan gendang telinga dari seorang ibu ku yang bijaksana
Engkau diciptakan untuk bertaqwa dan untuk berjuang hadapilah ujian hidup semuanya tanpa menyerah dan jangan pernah pulang atas ujian itu teror kebijaksanaan dari seorang bapakku

Coba pahami jika anda bisa berpikir mengapa anda tidak bisa bekerja

2 Mei 2011

Cinta Benua Siang Malam

Cinta Benua Siang Malam
Karya: Tri Hardiansyah
            Mentari telah lama bangun dari mimpinya, menghantamkan sinarnya kepersada bumi ini, warna-warni dunia mulai kelihatan jelas dari terselimut kabut yang memeluk gedung-gedung yang menjulang tinggi menggapai langit. Dan debu yang menari-nari di bawah alunan angin mulai bertebaran mengikuti gerak dan getaran angin yang menghambat permukan bumi ini, mengubah waktu yang begitu cepat bagaikan seorang pesulap yang membual parah penontonnya.
            Hampa itulah pikiran yang kosong yang tak terisi dengan sepeser pun pengetahuan saat rasa yang telah layak ada pada setiap manusia datang menghampiri, melewati mata hati yang lama-kelamaan menembus permukaan badan yang terkadang dibuatnya lemah dengan perasaan ini, bahkan perasaan ini mampu menumbangkan pemikiran yang telah matang, merampas kesetian yang telah lama di bina bagaikan abdi Negara merunggut masa depannya untuk Negara ini, mata air yang bagaikan berlian pun tak akan mampu untuk menahannya saat perasaan ini datang menusuk hati bagaikan terhempas badan di atas samurai. Ku mencoba mencari apa artinya perasaan ini, setelah menjelajahi dunia perasaan baru ku mengerti apa arti sebuah perasaan ini? Yang selalu datang mengusik mimpi-mimpi indahku, terkadang aku juga tak mampu menjemput mimpi yang telah menungguku, merampas butiran-butiran nasiku, bahkan perasaan ini membuatku menangis bagaikan tsunami yang terkuat di jagat raya ini, kesombonganku pun tandas di atas perasaan ini, lalu ku mencoba mencari apa arti perasaan ini, setelah beberapa tahun baru ku mengerti arti perasaan ini yang biasa di sebut orang-orang dengan sebutan cinta.
            Cinta itulah yang ada di benakku sekarang, mengisi kehampaan pemikiran ku, seseorang gadis dengan jiwa yang rupawan telah memberikan cinta pada diriku, mengusik dan meneror malam ku, warna di dunia ini seperti terlihat jelas di mataku, entah karena apa, tapi yang jelas ini karena semangat cinta yang membiusku. Lalu ku mencoba menghamparkan badan di atas kasur yang terkadang membuat ku lemah tak berdaya menarik urat-urat mimpiku, ku layangkan pikiranku untuk cinta yang datang menghampiriku ini.
            “Untuk apakah cinta”
Itulah pemikiran hampa ku disaat badan terkujur kaku, sebagian orang menyatakan cinta itu adalah berkah dan sebagian orang menyatakan cinta pecundang yang munafik, terus melayang pemikiran ini di dahiku menjadi kunang-kunang di otakku. Cinta telah datang untuk ku, untuk apakah cinta ini ku coba menghentikan angin cinta yang berkeliaran memenuhi semua isi otakku.


            Angin cinta terus melayang tak terhentikan di benakku, terus masuk menembus celah-celah tulangku, membuatku tak karuan bahkan diriku di buat mabuk dan aneh karena cinta ini. Gadis itu selalu datang dalam mimpi dan lamunanku, membuat diriku benar-benar aneh dan tak karuan, kesombongaan yang telah pudar di jiwaku membuat ku tersadar dalam batu kesetian yang terkadang ku sesali karena cinta yang datang seperti parah perampok.
            Cinta, Cinta, dan cinta baru ku temukan jawabnya, gadis itu telah membuatku tersentak, mempercepat detak jantung ku, memutar-mutar pikiranku, merubah keadaan dan penampilanku, kucoba berlari untuk mengobati penyakit cinta ini ke gadis dokter cinta itu, saat ku berdiri kaku kata-kata itu terus menaiki ludah-ludah dan menghanguskan ke kakuan mulutku.
            “Bolehkah aku mencintaimu? Wahai gadis yang mengusik mimpiku” kata-kata itu tanpa sadar melontar-meloncat mengalir dalam gendang telinga gadis itu.
            Tersenyum dengan pandangan yang tertunduk menatap bumi gadis itu menganggukkan kepalanya.
            Yech ha” hatiku gembira bukan kepalang dengan tangan bagaikan pemain bola kaki yang yang membobol gawang lawan, “uhuiiii” suara itu keluar dari mukutku, badan ku mengelilingi mata angin yang terus meredahkan detak jantung yang tak normal lagi karena dokter cinta di hadapanku, gadis itu tersenyum-senyum melihat diriku yang terus menggebu-gebukan cinta, entah apa yang ada dipikiran gadis itu tak pernah terbaca dalam pikiran ku.
***
            Setelah beberapa tahun diriku yang terus di mabuk cinta oleh gadis yang anggun rupawan itu, mulai ku rasa arti sebuah kesetian dan arti sebuah sakit hati, sejenak ku berkata didalam hati ku, cinta ini datang kepada ku dengan baik maka jika ia pergi meski tak ku inginkan ia pergi akan ku lepas dengan baik-baik.
            Hari terus berjalan mengisi hening dan ributnya tahun ini, aku yang dulu bahagia mulai terusik dengan kekecewaan, saat ku sadari bahwa aku bagaikan di permainkan ku coba berlari mengejar dokter cintaku, berharap dapat sedikit obat untuk meredahkan hatiku yang kacau balau dengan pemikiran yang tak karuan, diriku tak pernah menyerah untuk mencari tau mengapa dirinya berubah derastis, pada awalnya akau tak mendapatkan apa-apa tapi akhirnya ku pahami bahwa aku tak mungkin bersamanya lagi.
            Dengan wajah yang tenang, ku langkahkan kaki mengitari jalan yang tak terasa indahnya dan debu-debu jalan berterbangan menerorku.
            “wahai pujaan hatiku, terlalu kelut aku memikirkan mu, bayanganmu kembali mengusik tidur didalam mimpi-mimpi indah ku, bayangmu yang tak mengenakkan perasaanku terus membangunkanku dari tidurku, dan menghilangkan nafsu makanku, apakah benar engkau mencintai dan menyayangi diriku seperti aku yang menyangimu” ku lampirkan kata-kata itu disecarik kertas karena tanganku telah di perlemah otot-otot cinta.
            “kita tak mungkin untuk bersama, kita telah berbeda sekarang, engkau terlalu indah untuk diriku, sedangkan diriku bagaikan pengkhianat perasaanmu, aku memang mencintaimu, tetapi lelaki yang ada di benakku telah merebut semuanya dariku sehingga aku tak mungkin bersamamu lagi, cintaku untukmu telah dibawanya pergi melewati lorong-lorong waktu tanpa sepengetahuanmu, meski diriku tersiksa dengan pengusik kehidupanku engkau tetap pilihan terbaik yang pernah diriku kenal” Dokter cintaku membalas uraian kertasku, seperti mengisyaratkan lembaran kertas obat
            “kalau dirimu tersiksa mengapa engkau mau dengan dirinya?” diriku dengan cepat membalas kertas yang mulai terisi tinta pena dan seakan kaku mulutku untuk menggunakan fungsi yang sebenarnya
            “tidakkan bisa dirimu menerima diriku lagi, semua kebohongan telah tertumpah didalam perjalan cinta kita dan inilah balasan kebohongan diriku, ini sudah menjadi takdir diriku, mendekati seseorang yang tak ku cintai, biarkan aku tersiksa dengan kebohongan yang telah ku beriakan padamu, engkau dan aku pernah bersama tapi sekarang kita takkan bersama lagi” tetesan air mata itu mengalir merusak lukisan kertas yang telah tertulis rapi
            Hatiku kacau balau, tak terisi semuanya dengan harapanku, ingin sekali ku menangis tapi pandangan dokter cinta membuatku untuk menenangkan dirinya, ku berpamitan untuk pergi dari hati yang membunuh semua kesemuan cinta itu, badanku tak berdaya di tabrak angin, di terjang mentari cinta meski ku pernah berkata pada dokter cinta bahwa “setiap orang berhak bahagia bukan terlena dan terpaku pada keadaan, masa lalu tetaplah masa lalu” tak pernah dirinya hiraukan untuk setetes omongan ku, aku tak mampu menerimanya, badanku lemah tak berdaya, air mataku ingin terus membasahi pipiku dan mulutku yang kaku terasa ingin berteriak sekencang-kencangnya sehingga tak ada lagi kerisauan didalam jiwa.
***
            Setelah peristiwa bagaikan Benua yang pernah bersatu kini terlihat berpisah dan jarak yang memisahkan siang dan malam yang tak mungkin bersatu. Baru ku mengerti arti mencintai sesungguhnya, kan ku biarkan dokter cintaku dengan orang yang telah menjadi pilihannya, mungkin dan pasti diriku bukanlah yang terbaik untuknya, hidup perlu bahagia kata-kata itulah yang membuatku mencoba menyerahkan keadaan ini pada waktu yang telah mengukir keindahan cinta, mungkin dirinya tak bahagia dengan diriku dan mencari yang dapat membuatnya bahagia, aku yang selalu menyayangi dirinya tetap akan mencintai dirinya karena cinta juga tak meski dimiliki. Cinta mulai ku pahami, cinta adalh sebuah perjalanan anugrah yang harus di syukuri.

30 April 2011

Naskah Drama

Ini pertama kali saya buat naskah drama tugas dar Ibu Idah Yuliah, s.pd
 
Sapu Tangan Batik
(By: tri hardiansyah)
Adegan 1
Saat mentari hampir tertidur bercak kemerah-merahan akan hilang dan rembulan pun akan segerah bangun dari mimpinya yang akan mengubah siang menjadi malam terdengar siar-siur kabar kepulangan seorang ulama muda yang bernama Ibnu Affan yang  pulang dari menuntut ilmu di Jawa.
            Tak lama kemudian kabar  kepulangan ulama muda tersebar ke berbagai kampung, membuat masyarakat Kuang Dalam ingin belajar kepada beliau mulai dari yang muda sampai yang tua seakan islam yang dulu hilang mulai kembali hidup lagi, memberi angin yang sejuk bagi kehidupan. Mendengar kabar kepulangan ulama muda tersebut  membuat seorang orang tua untuk menyuruh anaknya belajar ngaji kepada ulama tersebut.
Bapak:  Bunda ( memanggil istrinya ).
Ibu       : Ya, ada apa? ( datang dari dapur dengan menatap serius suaminya )
Bapak  : Bunda mendengar tidak, bahwa di kampung Satu ada seorang ulama muda yang baru pulang dari menuntut ilmu di Jawa? ( duduk di kursi  ).
Ibu         : Ya, kemarin saya melihat beliau baru pulang orangnya berpakaian sangat sederhana  ( duduk di kursi ).
Bapak   : Kita jangan melihat orang lain dari luar tapi lihatlah kemampuan yang dia punya.
Ibu         : Ya juga sih ( sambil membayangkan ulama tersebut ).
Bapak    : Saya berniat untuk menyuruh anak kita si Amin supaya belajar ngaji kepada beliau ( memintak persetujuan dengan menatap istrinya)
Ibu         : Emm, saya panggil Amin dulu, dia mau nggak belajar ngaji kesana.
Bapak    : Ya, mana Aminnya?
Ibu         : Amin... ( memanggil Amin dengan suara yang lembut ).
Amin     : ( keluar dari kamar sambil memegang pensil )
Ibu         : Sini Min duduk dulu ( mendekatkan kursi kepada Amin )
Bapak    : Begini Min bapak dan ibu mendengar bahwa di kampung satu ada seorang ulama muda yang baru pulang dari Jawa, nah beliau mendirikan pengajian di Langgar, bapak dan ibu berniat untuk menyuruh kamu belajar ngaji disana. Kamu mau tidak ( bertanya pada Amin berharap Amin mau ).
Amin     : ( berpikir dengan tangan di dagu ).
Ibu         : Mau tidak?
Amin     : Ya, tapi ini masih malam, kapan si Bun mulai ngajinya
Ibu         :  Belajarnya malam.Benarkan Bi? ( bertanya kepada Bapak )
Bapak    :  Iya. Tadi saya nanya sama anak yang baru masuk ngaji disana.
Ibu         : Kan benar Bunda ( tertawa kecil ). Jadi kamu mau nggak belajar ngaji disana?
Amin     : Ya, Bun saya mau ( berangkat dari tempat duduk pergi ke kamar ).
Bapak    : Nah, adzan magrib sudah berkumandang, mari kita sholat dulu. Sudah sholat baru kita kelanggar.
              Mereka pun sholat berjamaah, sesudah sholat Amin dan Bapak pergi kelanggar dan disana Amin pun di terima belajar mengaji di Langgar seperti yang lainnya.
Adegan 2
              Pada saat malam datang cahaya rembulan belum bersinar langit menjadi gelap membuat jalan-jalan yang tergenang air tidak kelihatan, semua gelab tapi semangat anak-anak muda tidak pernah pudar untuk belajar ngaji dan hari ini hari kedua Amin belajar ngaji. Di tengah perjalanan Amin bersama seorang cewek yang sering dilihatnya,  tapi dia belum tahu siapa cewek tersebut. Amin pun mendekat cewek tersebut.
Amin     : Hai ( berjalan disamping cewek tersebut ).
Aisya     : ( diam dan terus berjalan dengan langkah yang cepat ).
Amin     : Hai, namaku Amin, namamu siapa?
Aisya     : ( menjauh dari Amin ).
Amin     : ( mendekat ).
Aisya     : Aw ( terjatuh ke tempat genangan air ).
Amin     : Kau tidak apa-apa? ( memegang Aisya ).
Aisya     : Minggir kau, karena kau aku jatuh ( berdiri dengan kesal ).
Amin     : Kok karena aku?
Aisya     : Lalu karena siapa!!! ( tambah marah )
Amin     : Kan saya mau kenalan, ( senyum menatap Aisya ) kok kamu marah?
Aisya     : Kenapa harus di jalan kenapa tidak di tempat lain saja ( sambil membersih kotoran dari   pakainnya).

                                    Malam yang gelap tanpa cahaya berubah seketika menjadi malam yang terang saat rembulan bangun dari tidur panjangnya.
Amin        : Wow.. ( melihat Aisya dengan berpakaian kotor)..
Aisya       : ( Sapu tangan terjatuh dari saku bajunya).
Amin        : Ya ( tertawa melihat sapu tangan bernama Aisya ) aku tahu namanya ( meloncat ).
Aisya       : ( berlari menjauh dari Amin )
Amin        : Hei tunggu, sapu tangan mu ketinggalan ( berteriak dengan suara yang keras ).
Aisya       : ( berlari, tidak menghiraukan teriakkan Amin ).
Amin        : ( berjalan sambil memandangi sapu tangan yang tertulis nama Aisya ).
                        Amin pun pergi ke langgar untuk mengaji, dia melihat sekitarnya semua orang sudah hadir, kecuali satu orang yang dilihatnya tidak hadir yaitu Aisya.
Amin        : Apakah kau melihat (melihat sapu tangan yang tertulis Aisya ) Aisya ? (mendekati Amina).
Amina      : ( melihat ke penjuru langgar yang biasa tempat duduk Aisya ). Saya juga tidak              melihatnya.
Amin        : Bukankah Aisya tadi berada di dekat mu ? ( sambil menoleh ke arah Amina )
Amina      : Iya, tapi Aisya tadi lebih dekat dengan mu Min ?
Amin        :  Iya, tapi di perjalanan dia berlari menjauhi aku ( sambil menjauh dari Amina dan
                  melanjutkan belajar mengaji ).
                        Tak terasa waktu berjalan dengan cepat sehingga waktu ngaji pun telah selesai para santri pun pulang kerumah.
Adegan 3
                 Berkenaan dengan adanya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, para pemuda remaja masjid kecamatan mengadakan lomba yang di ikuti perwakilan setiap desa yang sudah di seleksi di tempat-tempat mereka belajar mengaji.
Ustad     : Para santri, berhubungan dengan akan di adakannya lomba antar desa di kecamatan  maka ustad akan memilih siapa yang akan mewakili pengajian kita ( mengabil pena dan selembar kertas dari saku jubanya).
Amina    : Ustad ( mengangkat tangan).
Ustad     : Ya, ada apa? ( melihat kearah Amina).
Amina    : Ada lomba apa saja yang di lombakan?
Ustad     : ( membuka amplok yang berisikan lomba) lomba cerdas cermat, lomba membaca Al-Qur’an, lomba adzan, lomba busana muslim, dan banyak lagi lomba yang tidak bisa ustad bacakan satu-persatu. Ada usulan tidak?
Amin     : Ustad ( mengangkat tangan ).
Ustad     : Ya, Amin ada apa?
Amin     :  Bertanya ustad. Bagaimana cara kita memilih perwakilan setiap acara yang kita ikuti, apakah ustad yang memilih atau kita lomba dulu baru ikut lombanya?
Ustad     : Pertanyaan yang bagus, Apakah ada yang lain?
Bandri   : Ustad ( mengangkat tangan ) bagaimana kalau Ustad saja yang memilih untuk perwakilan kita. Kalau saya ikut lomba adzan pasti saya menang ( bicara dengan nada sombong)
Imam     : Ya kamu yang akan menang ( mengejek sambil menoleh ke arah Yuda).
Yuda     : Oh tentu juara satu, ya nggak Ban?
Bandri   : ( mengangkat bahu) tentu saja, Bandri gitu lho.
Yuda     : Ya ya ya, juara satu dari belakang ( tertawa ngejek ).
Amin     : Hei mengapa jadi ribut begini, kalian itu mau lomba bukan untuk saling hina. Kita serahkan kepada ustad saja. Ustad bagaimana kalau kita lomba saja siapa yang menang maka dia yang maju mewakili pengajian kita?
Ustad     : Begini lomba kan nggak cuman satu, bagaiman kalau cuman cerdas cermat saja yang kita lombakan untuk yang lain ustad yang memilihnya supaya lebih cepat tidak memakan waktu lama?
Amina    : Setuju.
Bandri   : Setuju.
Imam     : Setuju ustad.
Ustad     : Sekarang ustad akan mulai membaginya untuk lomba busana muslim ustad pilih Amina  dan Yuda, untuk adzan Yus karena suaranya bagus, dan untuk membaca Al-Qur’an ustad tunjuk Adius. Nah kalau cedas cermat kita lombakan saja.


            Lomba cerdas cermat pun di mulai terjadi persaingan yang ketat antar kelompok, ustad pun memilih yang paling banyak menjawab dan yang terpilih lomba cerdas cermat  Amin, Aisya dan Imam.
Ustad     : Nah Amin, Aisya dan Imam sekarang kalin mewakili lomba cerdas cermat untuk pengajian kita ( mencatat nama-nama peserta lomba ).
Yuda     : Amin... ( memanggil Amin ).
Amin     : Ya.
Yuda     : Bagaimana biaya perginya?
Amin     : Saya juga nggak tahu, saya tanya sama ustad dulu. Ustad ( bertanya ) bagaiman biaya pergi lombanya?
Imam     : Ya ustad?
Ustad     : Biayanya kalau kita menang antar desa ini maka kita akan mewakili desa kita, nah, kalau kita mewakili desa kita maka biayanya akan di tanggung pihak desa.
Amin     : Ooo ( termenung )
Aisya     : Ustad, kapan kita lombanya?
Ustad     : Kalau lomba antar desa besok, kalau di kecamatan minggu depan.
Yuda     : Kapan dan di mana kita kumpul dulu untuk berangkat besok?
Ustad     : Kita kumpul habis kalian pulang sekolah dan kumpulnya di langgar dulu dan langsung kemasjid kalau sudah kumpul semua, yang tidak ikut nonton memberi semangat supaya pengajian kita dapat mewakili desa kita.
Imam     : Ustad , saya langsung kemasjid boleh tidak?
Ustad     : Sebaiknya kumpul di sini dulu. Baiklah Santri sekarang sudah hampir jam 21 jadi pengajian kita malam ini cukup sampai di sini dulu, dan jangan lupa besok lomba.
                        Para Santri pun menyalami ustad dulu baru pulang ke rumah masing-masing.
Adegan 4
            Sesudah pulang sekolah para santri telah berkumpul di Langgar untuk berangakat ke Masjid, mereka pun pergi ke Masjid dengan perasaan yang sangat tegang. Akhirnya tim dari cerdas cermat berhasil memenangkan pertandingan begitu juga dengan tim baca Qur’an, Adzan dan busana muslim mereka berhasil memenangkan pertandingan dan akan mewakili perlombaan di tingkat kecamatan.
           
Hari demi hari telah terlewati akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun telah datang, para santri telah bersiap untuk pergi kecuali Aisya.
Ustad  : Dimana Aisya?
Yuda   : Kemana Aisya? ( melihat ke Amina )
Amin   : Tidak tahu.
Ustad  : Amina kamu tahu dimana Aisya?
Amina : Saya tidak tahu ustad.
Amin   : Ustad sekarang sudah larut siang, kapan kita berangkat.
Yuda   : Min bagaimana mau berangkat kalau Aisya belum juga datang.
Yus        : Yuda orang banyak di sini kenapa tidak di ganti saja, kalau dia tidak datang kenapa kita  harus terhenti oleh satu orang.
Amin     : Tidak bisa begitu bagaiman pun juga dia itu yang membantu kita menang dalam lomba ini.
Yuda     : Ya saya mengerti tapi dimana dia sekarang?
Yus        : Ustad kita harus berangkat sekarang kalau tidak kita semua tidak akan bisa berangakat karena mobil truk satu-satunya di tempat kita sebentar lagi akan berangakat.
Ustad     : ( berpikir omongan santrinya )
Amina    : Ustad, mobil truk sudah datang tuh ( menunjuk ke arah truk yang mendekat ).
Ustad     : Baik sekarang kita pergi, karena Aisya belum juga datang maka Bandri sebagai pengganti Aisya ( pergi ke arah mobil dan menaikinya )
Yuda     : Mari teman-teman kita berangkat ( menaiki mobil )
                        Para santri telah masuk ke dalam mobil tapi Amin tidak masuk mobil dia pergi berlari.
Amina    : ( berteriak ) Min mau kemana kau?
Amin     : ( berlari tak menghiraukan teriakkan Amina )
Yuda     : Min kau mau pergi kemana ( berteriak )!!!
Amin     : Kalian pergi saja, aku mau jemput Aisya.

                          Mobil pun berlaju dengan cepat, Amin yang berlari kini telah sampai di rumah Aisya, Amin pun memasuki pagar rumah Aisya tanpa menyia-nyiakan waktu yang ada.
Amin     : ( mendekati pintu ).
Aisya     : Ibu aku harus ikut lomba.
Ibu Aisya: Kau mau ikut!!!
Amin     : ( jongkok menguping pembicaraan dari dekat jendela ).
Aisya     : Tolong Bu ( mengangkat tangan dengan memohon ).
Ibu Aisya: Kau tidak boleh ikut sebelum kau menemukan sapu tangan mu.
Aisya     : Aku harus bagaimana, sapu tanganku telah hilang ( keluar dari rumah ).
Amin     : ( berlari sembunyi di bawah pohon ).
Ibu         : Kau pergi jangan kembali, sebelum kau menemukan sapu tangan mu.
Aisya     : ( duduk menangis di luar rumah ).
Amin     : ( muncul dari bawah pohon )
Aisya     : Kau ( kaget melihat Amin dan menyapu air mata)
Amin     : Sut ( mengisyaratkan dengan satu jari agar Aisya tidak berbicara) ikut aku ( berlari keluar rumah).
Aisya     : Kemana ( ikut berlari)?
Ibu Aisya: Aisya dimana kau ( berteriak ).
Amin     : Cepat ( berlari menuju ke Langgar ).
Aisya     : Mau kemana ( ikut berlari )?
Amin     : Kita ke Langgar.
Aisya     : Mau apa?
Amin     : Kita harus ikut lomba, kasihan desa kita.
                        Tiba di Langgar mereka melihat para santri dan ustad telah tiada di Langgar.
Aisya     : Kita mau pergi bagaimana? Kita tidak bisa pergi sekarang.
Amin     : Pasti biasa ( menatab meyakinkan Aisya ).
Aisya     : Bisa bagaimana?
Amin     : ( termenung melihat kearah perahu yang berjalan di sungai ).
Aisya     : Hei tolol kita mau bagaimana sekarang?
Amin     : Lihat itu ( menunjuk rakit ).
Aisya     : Kenapa?
Amin     : Kita naik itu saja ( menarik tangan Aisya dan berlari mendekati rakit ).
Aisya     : Kau sudah gila, bagaimana mungkin kita bisa pergi ke kecamatan dalam waktu tiga jam ( jengkel ).
Amin     : Pak Daud( memanggil pengguna perahu).
Pak Daud : Kenapa?
Amin     : Boleh minjam perahu tidak?
Pak Daud : Mau kemana ( menepikan perahu ).
Amin     : ( mendekat ) mau kekecamatan, kami mau lomba, tapi mobil sudah berangkat.
Pak Daud :  Mau lomba? Sudah terlambat sekarang sudah jam berapa ( turun dari perahu  ).
Amin     : ( menarik tangan Aisya dan menaiki perahu  ).
Pak Daud : Hei berani sekali kau memakai perahu aku ( mencabut golok di pinggang ).
Amin     : ( Terus mendorong perahu).
Aisya     : Kau benar-benar gila.
Amin     : Sudah diam saja ( mendayung perahu ).

Adegan 5
                        Matahari mulai muncul menghidupkan warna pohon-pohon dari kegelapan, dua desa telah terlewati Amin pun terus mendayung perahu sekuat-kuatnya hingga satu desa lagi sampai di kecamatan.
Aisya     : Hei perahu bocor ( ketakutan melihat air memasuki perahu ).
Amin     : ( menepikan perahu dan turun).
Aisya     : ( turun dari perahu )Sekarang kau mau bagaimana lagi ( mendorong Amin ) kita tidak mungkin biasa ikut lomba, bahkan pulang pun kita tidak biasa.
Amin     : ( Berjalan mendekati segumpalan tanah liat).
Aisya     : Hei kamu dengar tidak saya bicara.
Amin     : Ya saya dengar ( memasukan tanah liat didalam perahu dan menempeli bagian yang bocor ).
Aisya     : Hei  satu jam lagi kemungkinan lomba akan di mulai.
Amin     : Apa?
Aisya     : Satu jam lagi lomba akan di mulai.
Amin     : ( memasuki perahu ) cepat naik.
Aisya     : ( berbalik badan tidak menghiraukan ).
Amin     : ( turun dari perahu) hei kau tidak kasihan pada desa kita? Siapa lagi akan membangun dan mengakat derajat desa kita kalau bukan kita, nah sekarang waktunya kita membuktikan pada orang kecamatan bahwa di dalam desa yang jauh ini banyak orang yang jauh lebih pintar dari mereka.
Aisya     : ( membalik badan dan masuk perahu ).
Amin     : ( masuk dan mendayung perahu ) kau tempel perahu jika ada yang bocor.
Aisya     : ( duduk sambil memegang tanah liat ) Hei lihat monyet itu ( melemparkan tanah liat kearah monyet ).
Amin     : Hei jangan ( berhenti berdayung dan mengabil tanah liat dari Aisya ) nanti tanah litanya habis, biasa tenggelam kita di sungai ini.
Aisya     : ya maaf.
Amin     : ( melanjutkan mendayung dan memberikan tanah liat ke Aisya).
Aisya     : Apa itu ( menunjik kearah air yang berombak).
Amin     : Oh tidak itu buaya ( mempercepat dayungan ).
Aisya     : Hei dia mengejar ( melihat kearah buaya yang mendekat ).
Amin     : ( terus mendayung ).
Aisya     : Dia berbelok ( meihat buaya berbelok kearah monyet yang terjatuh kesungai ).
Amin     : Bebas ( Mengambil air dan menyiramkannya ke Aisya ).
Aisya     : Waw ( membalas menyiram Amin )

                        Tak terasa waktu begitu cepat berjalan, sehingga perahu yang tidak di peralati dengan mesin telah tiba di kecamatan.
Amin     : Kita sampai ( turun dari perahu dan berlari ).
Aisya     : ( Turun dari perahu menghampiri seorang ibu-ibu). Bu boleh nanya tempat lomba di sini dimana ya?
Ibu-ibu   : Lomba apa?
Aisya     : Lomba peringatan Maulid Nabi, Bu.
Ibu-ibu   : Oo lomba itu di Balai desa dek, mau saya antar?
Amin     : Tidak usah Bu saya tahu Balai desa sini Bu ( berlari ).
Aisya     : Hei tunggu.
Ibu-ibu   : ( mengambil motor ) Hei dek lomba satu menit lagi akan di mulai, ikut saya saja bermotor karena saya mau nonton juga.
Amin     : Apa satu menit lagi ( berhenti berlari )
Aisya     : Kita ikut ibu ini saja.
Amin     : Ya Bu ikut saja.
Ibu-ibu   : Cepat naik ( memperbesar gas motor dan berangkat pergi ).
Amin     : Akhirnya saya biasa juga naik motor ( mengankat kedua tangan )
Ibu-ibu   : Memang di tempat adek tidak ada motor ya?
Aisya     : Ada, tapi cumin kepala desa saja.
                                    Motor berlaju dengan cepat mereka pun sampai dibalai desa. Amin melihat mobil truk yang tadi berhenti di langgar telah tiba dib alai desa. Amin dan Aisya pun memasuki balai desa perlombaan hampir saja dimulai Imam dan Bandri telah duduk di meja perlombaan dan mereka melihat Amin dan Aisya datang.
Imam     : Ustad mereka datang ( menunjuk Amin dan Aisya).
Ustad     : ( berbalik badan) Alhamdulillah ya Allah segala puji bagimu.
Amin     : ( berlari mendekati Ustad ).
Yuda     : Amin ( memeluk Amin ).
Aisya     : ( berlari mendekati Imam ) Mam suda di mulai?
Imam     : Belum menunggu kalian datang, saya piker kalian tidak datang, ayo duduk di sini (menunjikkan kursi di sampingnya).
Aisya     : Tapi pakaian saya kotor tanah liatan ( membersihkan tanah liat yang menempel di baju ).
Imam     : Biarlah yang pennting kita lomba dulu.
Juri         : Bisa di mulai?
Ustad     : Ya bisa, Min duduk sana dekat Imam ( menunjukkun kursi kosong di samping Imam ).
Amin     : Ya ustad ( pergi duduk kearah Imam ).
                        Perlombaan telah dimulai terjadi persaingan yang sangat ketat, matahari bersinar memuntahkan panasnya sehingga detak jantung yang berdetak kencang berdetak lebih kencang lagi bagaikan harimau yang mau mengejar mangsanya.
                          Soal demi soal telah di jawab masing-masing kelompok dan akhirnya tim pengajian yang mewakili Kuang Dalam berhasil memenangkan pertandingan. Sebelum pulang mereka beristirahat terlebih dahulu. Ustad memanggil Amin yang lagi termenung.
Ustad     : Amin sini ( melambaikann tangan ).
Amin     : Ya ustad ( pergi duduk di samping Ustad )
Ustad     : Kaliann datang kemari naik apa?
Amin     : Naik perahu Ustad.
Ustad     : Perahu? Jarak sejauh itu kau lakukan?
Amin     : Terpaksa Ustad, sabab saya sudah bawa kabur bocah bawel itu ( menunjuk kea rah Aisya ).
Ustad     : Lalu dimana Perahunya?
Amin     : Di sungai dekat lapangan bola.
Ustad     : Nanti suruh sopir truk itu membawanya ke dalam truk( menunjuk sopir truk ),
Amin     : Ya ustad.
                        Waktu istirahat telah selesai mereka pun pergi kesungai mengambil perahu dan memasukannya kedalam truk dan mereka pun pulang dengan perasaan yang sangat mengembirakan mereka mencium-cium tropi tanda kemenangan, rasa gembira telah membawa mereka ke dalam kebahagiaan yang sangat besar hingga tanpa terasa mereka telah tiba di desa, mereka pun turun dengan hati yang berbunga-bunga dan memulangkan perahu ke Pak Daud. Mereka pun pulang kerumah masing-masing, kecuali Aisya yang termenung dan Amin pun menghampirinya.
Amin     : Hei kenapa kau termenung ( mendekati Aisya ) ?
Aisya     : Aku tidak berani pulang ( duduk sambil menunduk ).
Amin     : Kenapa? Ibu mu?
Aisya     : Iya siapa lagi.
Amin     : ( menarik tangan Aisya) Berdiri, biar ku antar kau pulang.
Aisya     : Aku tidak berani, sapu tangan batik yang dia berikan ke aku hilang(berdiri ).
Amin     : Ikut saja(berjalan).
Aisya     : (berjalan sambil menangis ).

Adegan 6    
              Mereka sampai di rumah Aisya dan Ibunya telah menunggu di depan rumah.
Ibu Aisya : Kemana kau (memegang sapu )?
Aisya     : Ikut lomba Bu ( menunduk ).
Ibu Aisya : Sudah kau temukan sapu tangan mu?
Aisya     : Belum Bu.
Ibu Aisya : Berani kau pulang, sebelum kau menemukan sapu tangan mu?
Aisya   :  ( berbalik badan dan menangis ).
Ibu Aisya : Siapa kau bawa kemari ( melihat Amin ).
Amin   : Aku Amin Bu.
Ibu Aisya : Siapa yang suruh kamu perkenalan? Oh kamu tadi yang membawa Aisya kabur dari rumah pagi tadi!!!
Amin   : Ya kan Ibu tidak tahu nama saya, lalu kenapa Ibu rela mengusir Aisya dari rumah? Ibu itu lebih menyayangi sapu tangan yang hilang di banding dengan anak mu sendiri.
Aisya   : Hei jangan bicara begitu ( sambil menangis ).
Amin   : Biari saja biar ibu mu tahu bagaimana menyayangi anaknya.
Aisya   : Nama mu siapa? Asal kamu tahu Ibu yang berada di depan mu itu bukan Ibu kandungku, ibu kandungku telah meninggal.
Amin   : Aku Amin. Pantas saja Ibu tidak menyanyangi Aisya ( menoleh ke arah Ibu Aisya )
Ibu Aisya : ( terdiam ).
Amin   : Kenapa bu, Ibu itu seharusnya menyanyangi Aisya dengan sepenuh hati, menganggap Aisya anak mu sendiri, seharusnya Ibu bersyukur karena telah dikasih anak meski dia bukan anak kandungmu, Ibu mendapatkan anak yang begitu cantik. Banyak orang di luar sana yang tidak mempunyai anak, sementara Ibu mempunyai anak, seharusnya Ibu bersyukur. Tidak menyia-nyiakan pemberian Allah kepadamu.
Aisya   : Amin diam saja kau. Pergi sana.
Amin   : Baik, ambil ( memberikan sapu tangan Aisya ).
Aisya   : ( terkejut ).
Ibu Aisya : Oh jadi dia yang mengambilnya ( melihat ke arah Amin yang telah pergi ). Aisya maafi Ibu ( memeluk Aisya ).
Aisya   : Ibu (memeluk balas Ibunya ) Aisya juga minta maaf.
Ibu Aisya : Temanmu benar ibu telah salah selama ini, cepat kejar temanmu ( melepaskan pelukkan ).
Aisya   : Ya Bu ( berlari mengejar Amin ).
Amin   : ( berjalan )
Aisya   : Amin tunggu (mendekat Amin ).
Amin   : ( berhenti ).
Aisya   : Aku kesal sama kamu, karena kamu sapu tangan ku hilang ( menampar Amin ). Tapi karena kamu aku dan Ibu kembali baik, sementara aku tidak bisa mengembalikan itu semua, maafi aku ( memeluk Amin ).
Amin   : ( melepaskan pelukkan ) enak saja kamu minta maaf.
Aisya   : Kenapa?
Amin   : Sakit tahu ( tertawa ).
Aisya   : ( tertawa ).
Amin   : Kamu mau tidak menjadi temanku?
Aisya   : Siapa yang tidak mau berteman orang seperti kamu.
Amin   : ( melompat kegirangan ) Yeh.
Aisya   : Haha, makasih ya.
Amin   : ( berhenti melompat ) apa?
Aisya   : Makasih.
Amin   : ( terduduk ) ya sama-sama.
                                    Hari yang suram telah berganti dengan hari yang penuh tawa dan semangat, matahari yang bersinar ikut tertawa melihat desa yang jauh dari keramaian, akhirnya penuh dengan kebahagiaan, ibu tiri yang kejam telah berubah menjadi Ibu yang penyayang terhadap anaknya bahkan semua anak.