Ini pertama kali saya buat naskah drama tugas dar Ibu Idah Yuliah, s.pd
Sapu
Tangan Batik
(By: tri hardiansyah)
Adegan 1
Saat
mentari hampir tertidur bercak kemerah-merahan akan hilang dan rembulan pun
akan segerah bangun dari mimpinya yang akan mengubah siang menjadi malam
terdengar siar-siur kabar kepulangan seorang ulama muda yang bernama Ibnu Affan
yang pulang dari menuntut ilmu di Jawa.
Tak lama kemudian kabar kepulangan ulama muda tersebar ke berbagai
kampung, membuat masyarakat Kuang Dalam ingin belajar kepada beliau mulai dari
yang muda sampai yang tua seakan islam yang dulu hilang mulai kembali hidup
lagi, memberi angin yang sejuk bagi kehidupan. Mendengar kabar kepulangan ulama
muda tersebut membuat seorang orang tua
untuk menyuruh anaknya belajar ngaji kepada ulama tersebut.
Bapak: Bunda ( memanggil istrinya ).
Ibu : Ya, ada apa? ( datang dari dapur dengan
menatap serius suaminya )
Bapak : Bunda
mendengar tidak, bahwa di kampung Satu ada seorang ulama muda yang baru pulang
dari menuntut ilmu di Jawa? ( duduk di kursi
).
Ibu :
Ya, kemarin saya melihat beliau baru pulang orangnya berpakaian sangat
sederhana ( duduk di kursi ).
Bapak : Kita jangan melihat orang lain dari luar
tapi lihatlah kemampuan yang dia punya.
Ibu :
Ya juga sih ( sambil membayangkan ulama tersebut ).
Bapak : Saya berniat untuk menyuruh anak kita si Amin supaya belajar
ngaji kepada beliau ( memintak persetujuan dengan menatap istrinya)
Ibu :
Emm, saya panggil Amin dulu, dia mau nggak belajar ngaji kesana.
Bapak : Ya, mana Aminnya?
Ibu :
Amin... ( memanggil Amin dengan suara yang lembut ).
Amin : ( keluar dari kamar sambil memegang pensil )
Ibu :
Sini Min duduk dulu ( mendekatkan kursi kepada Amin )
Bapak : Begini Min bapak dan ibu mendengar bahwa di kampung satu ada
seorang ulama muda yang baru pulang dari Jawa, nah beliau mendirikan pengajian
di Langgar, bapak dan ibu berniat untuk menyuruh kamu belajar ngaji disana. Kamu
mau tidak ( bertanya pada Amin berharap Amin mau ).
Amin : ( berpikir dengan tangan di dagu ).
Ibu :
Mau tidak?
Amin : Ya, tapi ini masih malam, kapan si Bun mulai ngajinya
Ibu : Belajarnya malam.Benarkan Bi? ( bertanya
kepada Bapak )
Bapak : Iya. Tadi saya nanya
sama anak yang baru masuk ngaji disana.
Ibu :
Kan benar Bunda ( tertawa kecil ). Jadi kamu mau nggak belajar ngaji disana?
Amin : Ya, Bun saya mau ( berangkat dari tempat duduk pergi ke kamar ).
Bapak : Nah, adzan magrib sudah berkumandang, mari kita sholat dulu.
Sudah sholat baru kita kelanggar.
Mereka pun sholat berjamaah, sesudah
sholat Amin dan Bapak pergi kelanggar dan disana Amin pun di terima belajar
mengaji di Langgar seperti yang lainnya.
Adegan
2
Pada saat malam datang cahaya
rembulan belum bersinar langit menjadi gelap membuat jalan-jalan yang tergenang
air tidak kelihatan, semua gelab tapi semangat anak-anak muda tidak pernah
pudar untuk belajar ngaji dan hari ini hari kedua Amin belajar ngaji. Di tengah
perjalanan Amin bersama seorang cewek yang sering dilihatnya, tapi dia belum tahu siapa cewek tersebut.
Amin pun mendekat cewek tersebut.
Amin : Hai ( berjalan disamping cewek tersebut ).
Aisya : ( diam dan terus berjalan dengan langkah
yang cepat ).
Amin : Hai, namaku Amin, namamu siapa?
Aisya : ( menjauh dari Amin ).
Amin : ( mendekat ).
Aisya : Aw ( terjatuh ke tempat genangan air ).
Amin : Kau tidak apa-apa? ( memegang Aisya ).
Aisya : Minggir kau, karena kau aku jatuh (
berdiri dengan kesal ).
Amin : Kok karena aku?
Aisya : Lalu karena siapa!!! ( tambah marah )
Amin : Kan saya mau kenalan, ( senyum menatap
Aisya ) kok kamu marah?
Aisya : Kenapa harus di jalan kenapa tidak di tempat lain saja ( sambil
membersih kotoran dari pakainnya).
Malam yang
gelap tanpa cahaya berubah seketika menjadi malam yang terang saat rembulan
bangun dari tidur panjangnya.
Amin : Wow.. ( melihat Aisya dengan
berpakaian kotor)..
Aisya : ( Sapu tangan terjatuh dari saku
bajunya).
Amin : Ya ( tertawa melihat sapu tangan
bernama Aisya ) aku tahu namanya ( meloncat ).
Aisya : ( berlari menjauh dari Amin )
Amin : Hei tunggu, sapu tangan mu ketinggalan ( berteriak dengan
suara yang keras ).
Aisya : ( berlari, tidak menghiraukan teriakkan
Amin ).
Amin : ( berjalan sambil memandangi sapu
tangan yang tertulis nama Aisya ).
Amin pun pergi ke
langgar untuk mengaji, dia melihat sekitarnya semua orang sudah hadir, kecuali
satu orang yang dilihatnya tidak hadir yaitu Aisya.
Amin : Apakah kau melihat (melihat sapu tangan yang tertulis Aisya
) Aisya ? (mendekati Amina).
Amina : ( melihat ke penjuru langgar yang biasa
tempat duduk Aisya ). Saya juga tidak melihatnya.
Amin : Bukankah Aisya tadi berada di dekat mu
? ( sambil menoleh ke arah Amina )
Amina : Iya, tapi Aisya tadi lebih dekat dengan
mu Min ?
Amin :
Iya, tapi di perjalanan dia berlari menjauhi aku ( sambil menjauh dari
Amina dan
melanjutkan belajar mengaji ).
Tak terasa waktu
berjalan dengan cepat sehingga waktu ngaji pun telah selesai para santri pun
pulang kerumah.
Adegan
3
Berkenaan dengan adanya
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, para pemuda remaja masjid kecamatan
mengadakan lomba yang di ikuti perwakilan setiap desa yang sudah di seleksi di
tempat-tempat mereka belajar mengaji.
Ustad :
Para santri, berhubungan dengan akan di adakannya lomba antar desa di
kecamatan maka ustad akan memilih siapa
yang akan mewakili pengajian kita ( mengabil pena dan selembar kertas dari saku
jubanya).
Amina :
Ustad ( mengangkat tangan).
Ustad :
Ya, ada apa? ( melihat kearah Amina).
Amina :
Ada lomba apa saja yang di lombakan?
Ustad :
( membuka amplok yang berisikan lomba) lomba cerdas cermat, lomba membaca
Al-Qur’an, lomba adzan, lomba busana muslim, dan banyak lagi lomba yang tidak
bisa ustad bacakan satu-persatu. Ada usulan tidak?
Amin :
Ustad ( mengangkat tangan ).
Ustad :
Ya, Amin ada apa?
Amin :
Bertanya ustad. Bagaimana cara kita
memilih perwakilan setiap acara yang kita ikuti, apakah ustad yang memilih atau
kita lomba dulu baru ikut lombanya?
Ustad :
Pertanyaan yang bagus, Apakah ada yang lain?
Bandri :
Ustad ( mengangkat tangan ) bagaimana kalau Ustad saja yang memilih untuk
perwakilan kita. Kalau saya ikut lomba adzan pasti saya menang ( bicara dengan
nada sombong)
Imam :
Ya kamu yang akan menang ( mengejek sambil menoleh ke arah Yuda).
Yuda :
Oh tentu juara satu, ya nggak Ban?
Bandri :
( mengangkat bahu) tentu saja, Bandri gitu lho.
Yuda :
Ya ya ya, juara satu dari belakang ( tertawa ngejek ).
Amin :
Hei mengapa jadi ribut begini, kalian itu mau lomba bukan untuk saling hina.
Kita serahkan kepada ustad saja. Ustad bagaimana kalau kita lomba saja siapa
yang menang maka dia yang maju mewakili pengajian kita?
Ustad :
Begini lomba kan nggak cuman satu, bagaiman kalau cuman cerdas cermat saja yang
kita lombakan untuk yang lain ustad yang memilihnya supaya lebih cepat tidak
memakan waktu lama?
Amina :
Setuju.
Bandri :
Setuju.
Imam :
Setuju ustad.
Ustad :
Sekarang ustad akan mulai membaginya untuk lomba busana muslim ustad pilih
Amina dan Yuda, untuk adzan Yus karena
suaranya bagus, dan untuk membaca Al-Qur’an ustad tunjuk Adius. Nah kalau cedas
cermat kita lombakan saja.
Lomba cerdas cermat pun di mulai
terjadi persaingan yang ketat antar kelompok, ustad pun memilih yang paling
banyak menjawab dan yang terpilih lomba cerdas cermat Amin, Aisya dan Imam.
Ustad : Nah
Amin, Aisya dan Imam sekarang kalin mewakili lomba cerdas cermat untuk
pengajian kita ( mencatat nama-nama peserta lomba ).
Yuda : Amin...
( memanggil Amin ).
Amin : Ya.
Yuda :
Bagaimana biaya perginya?
Amin : Saya
juga nggak tahu, saya tanya sama ustad dulu. Ustad ( bertanya ) bagaiman biaya
pergi lombanya?
Imam : Ya
ustad?
Ustad :
Biayanya kalau kita menang antar desa ini maka kita akan mewakili desa kita,
nah, kalau kita mewakili desa kita maka biayanya akan di tanggung pihak desa.
Amin : Ooo
( termenung )
Aisya : Ustad,
kapan kita lombanya?
Ustad :
Kalau lomba antar desa besok, kalau di kecamatan minggu depan.
Yuda :
Kapan dan di mana kita kumpul dulu untuk berangkat besok?
Ustad :
Kita kumpul habis kalian pulang sekolah dan kumpulnya di langgar dulu dan
langsung kemasjid kalau sudah kumpul semua, yang tidak ikut nonton memberi
semangat supaya pengajian kita dapat mewakili desa kita.
Imam :
Ustad , saya langsung kemasjid boleh tidak?
Ustad :
Sebaiknya kumpul di sini dulu. Baiklah Santri sekarang sudah hampir jam 21 jadi
pengajian kita malam ini cukup sampai di sini dulu, dan jangan lupa besok
lomba.
Para
Santri pun menyalami ustad dulu baru pulang ke rumah masing-masing.
Adegan 4
Sesudah pulang sekolah para santri
telah berkumpul di Langgar untuk berangakat ke Masjid, mereka pun pergi ke
Masjid dengan perasaan yang sangat tegang. Akhirnya tim dari cerdas cermat
berhasil memenangkan pertandingan begitu juga dengan tim baca Qur’an, Adzan dan
busana muslim mereka berhasil memenangkan pertandingan dan akan mewakili perlombaan
di tingkat kecamatan.
Hari
demi hari telah terlewati akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun telah datang,
para santri telah bersiap untuk pergi kecuali Aisya.
Ustad : Dimana Aisya?
Yuda : Kemana Aisya? ( melihat ke Amina )
Amin : Tidak tahu.
Ustad : Amina kamu tahu dimana Aisya?
Amina : Saya tidak tahu ustad.
Amin : Ustad sekarang sudah larut siang, kapan
kita berangkat.
Yuda : Min bagaimana mau berangkat kalau Aisya
belum juga datang.
Yus :
Yuda orang banyak di sini kenapa tidak di ganti saja, kalau dia tidak datang
kenapa kita harus terhenti oleh satu orang.
Amin :
Tidak bisa begitu bagaiman pun juga dia itu yang membantu kita menang dalam
lomba ini.
Yuda : Ya
saya mengerti tapi dimana dia sekarang?
Yus :
Ustad kita harus berangkat sekarang kalau tidak kita semua tidak akan bisa
berangakat karena mobil truk satu-satunya di tempat kita sebentar lagi akan
berangakat.
Ustad : (
berpikir omongan santrinya )
Amina :
Ustad, mobil truk sudah datang tuh ( menunjuk ke arah truk yang mendekat ).
Ustad : Baik
sekarang kita pergi, karena Aisya belum juga datang maka Bandri sebagai
pengganti Aisya ( pergi ke arah mobil dan menaikinya )
Yuda : Mari
teman-teman kita berangkat ( menaiki mobil )
Para
santri telah masuk ke dalam mobil tapi Amin tidak masuk mobil dia pergi
berlari.
Amina : (
berteriak ) Min mau kemana kau?
Amin : (
berlari tak menghiraukan teriakkan Amina )
Yuda : Min
kau mau pergi kemana ( berteriak )!!!
Amin : Kalian
pergi saja, aku mau jemput Aisya.
Mobil
pun berlaju dengan cepat, Amin yang berlari kini
telah sampai di rumah Aisya, Amin
pun memasuki pagar rumah Aisya tanpa menyia-nyiakan
waktu yang ada.
Amin : (
mendekati pintu ).
Aisya : Ibu
aku harus ikut lomba.
Ibu Aisya: Kau mau ikut!!!
Amin : ( jongkok
menguping pembicaraan dari dekat jendela ).
Aisya :
Tolong Bu ( mengangkat tangan dengan memohon ).
Ibu Aisya: Kau tidak boleh ikut sebelum kau menemukan
sapu tangan mu.
Aisya : Aku
harus bagaimana, sapu tanganku telah hilang ( keluar dari rumah ).
Amin : ( berlari
sembunyi di bawah pohon ).
Ibu : Kau
pergi jangan kembali, sebelum kau menemukan sapu tangan mu.
Aisya : (
duduk menangis di luar rumah ).
Amin : (
muncul dari bawah pohon )
Aisya : Kau (
kaget melihat Amin dan menyapu air mata)
Amin : Sut (
mengisyaratkan dengan satu jari agar Aisya tidak berbicara) ikut aku ( berlari
keluar rumah).
Aisya :
Kemana ( ikut berlari)?
Ibu Aisya: Aisya dimana kau ( berteriak ).
Amin : Cepat
( berlari menuju ke Langgar ).
Aisya : Mau
kemana ( ikut berlari )?
Amin : Kita
ke Langgar.
Aisya : Mau
apa?
Amin : Kita
harus ikut lomba, kasihan desa kita.
Tiba
di Langgar mereka melihat para santri dan ustad telah tiada di Langgar.
Aisya : Kita
mau pergi bagaimana? Kita tidak bisa pergi sekarang.
Amin : Pasti
biasa ( menatab meyakinkan Aisya ).
Aisya : Bisa
bagaimana?
Amin : (
termenung melihat kearah perahu yang berjalan di sungai ).
Aisya : Hei
tolol kita mau bagaimana sekarang?
Amin : Lihat
itu ( menunjuk rakit ).
Aisya :
Kenapa?
Amin : Kita
naik itu saja ( menarik tangan Aisya dan berlari mendekati rakit ).
Aisya : Kau
sudah gila, bagaimana mungkin kita bisa pergi ke kecamatan dalam waktu tiga jam
( jengkel ).
Amin : Pak
Daud( memanggil pengguna perahu).
Pak Daud : Kenapa?
Amin : Boleh
minjam perahu tidak?
Pak Daud : Mau kemana ( menepikan perahu ).
Amin : (
mendekat ) mau kekecamatan, kami mau lomba, tapi mobil sudah berangkat.
Pak Daud : Mau
lomba? Sudah terlambat sekarang sudah jam berapa ( turun dari perahu ).
Amin : (
menarik tangan Aisya dan menaiki perahu
).
Pak Daud : Hei berani sekali kau memakai perahu aku (
mencabut golok di pinggang ).
Amin : (
Terus mendorong perahu).
Aisya : Kau
benar-benar gila.
Amin : Sudah
diam saja ( mendayung perahu ).
Adegan 5
Matahari mulai muncul
menghidupkan warna pohon-pohon dari kegelapan, dua desa telah terlewati Amin
pun terus mendayung perahu sekuat-kuatnya hingga satu desa lagi sampai di
kecamatan.
Aisya : Hei
perahu bocor ( ketakutan melihat air memasuki perahu ).
Amin : (
menepikan perahu dan turun).
Aisya : (
turun dari perahu )Sekarang kau mau bagaimana lagi ( mendorong Amin ) kita
tidak mungkin biasa ikut lomba, bahkan pulang pun kita tidak biasa.
Amin : (
Berjalan mendekati segumpalan tanah liat).
Aisya : Hei
kamu dengar tidak saya bicara.
Amin : Ya
saya dengar ( memasukan tanah liat didalam perahu dan menempeli bagian yang
bocor ).
Aisya :
Hei satu jam lagi kemungkinan lomba akan
di mulai.
Amin : Apa?
Aisya : Satu
jam lagi lomba akan di mulai.
Amin : (
memasuki perahu ) cepat naik.
Aisya : (
berbalik badan tidak menghiraukan ).
Amin : (
turun dari perahu) hei kau tidak kasihan pada desa kita? Siapa lagi akan
membangun dan mengakat derajat desa kita kalau bukan kita, nah sekarang
waktunya kita membuktikan pada orang kecamatan bahwa di dalam desa yang jauh
ini banyak orang yang jauh lebih pintar dari mereka.
Aisya : (
membalik badan dan masuk perahu ).
Amin : (
masuk dan mendayung perahu ) kau tempel perahu jika ada yang bocor.
Aisya : (
duduk sambil memegang tanah liat ) Hei lihat monyet itu ( melemparkan tanah
liat kearah monyet ).
Amin : Hei
jangan ( berhenti berdayung dan mengabil tanah liat dari Aisya ) nanti tanah
litanya habis, biasa tenggelam kita di sungai ini.
Aisya : ya
maaf.
Amin : (
melanjutkan mendayung dan memberikan tanah liat ke Aisya).
Aisya : Apa
itu ( menunjik kearah air yang berombak).
Amin : Oh
tidak itu buaya ( mempercepat dayungan ).
Aisya : Hei
dia mengejar ( melihat kearah buaya yang mendekat ).
Amin : (
terus mendayung ).
Aisya : Dia
berbelok ( meihat buaya berbelok kearah monyet yang terjatuh kesungai ).
Amin : Bebas
( Mengambil air dan menyiramkannya ke Aisya ).
Aisya : Waw (
membalas menyiram Amin )
Tak terasa waktu begitu
cepat berjalan, sehingga perahu yang tidak di peralati dengan mesin telah tiba
di kecamatan.
Amin : Kita
sampai ( turun dari perahu dan berlari ).
Aisya : (
Turun dari perahu menghampiri seorang ibu-ibu). Bu boleh nanya tempat lomba di
sini dimana ya?
Ibu-ibu : Lomba
apa?
Aisya : Lomba
peringatan Maulid Nabi, Bu.
Ibu-ibu : Oo
lomba itu di Balai desa dek, mau saya antar?
Amin : Tidak
usah Bu saya tahu Balai desa sini Bu ( berlari ).
Aisya : Hei
tunggu.
Ibu-ibu : (
mengambil motor ) Hei dek lomba satu menit lagi akan di mulai, ikut saya saja
bermotor karena saya mau nonton juga.
Amin : Apa
satu menit lagi ( berhenti berlari )
Aisya : Kita
ikut ibu ini saja.
Amin : Ya Bu
ikut saja.
Ibu-ibu : Cepat
naik ( memperbesar gas motor dan berangkat pergi ).
Amin :
Akhirnya saya biasa juga naik motor ( mengankat kedua tangan )
Ibu-ibu :
Memang di tempat adek tidak ada motor ya?
Aisya : Ada,
tapi cumin kepala desa saja.
Motor
berlaju dengan cepat mereka pun sampai dibalai desa. Amin melihat mobil truk
yang tadi berhenti di langgar telah tiba dib alai desa. Amin dan Aisya pun
memasuki balai desa perlombaan hampir saja dimulai Imam dan Bandri telah duduk
di meja perlombaan dan mereka melihat Amin dan Aisya datang.
Imam : Ustad
mereka datang ( menunjuk Amin dan Aisya).
Ustad : (
berbalik badan) Alhamdulillah ya Allah segala puji bagimu.
Amin : (
berlari mendekati Ustad ).
Yuda : Amin (
memeluk Amin ).
Aisya : (
berlari mendekati Imam ) Mam suda di mulai?
Imam : Belum
menunggu kalian datang, saya piker kalian tidak datang, ayo duduk di sini
(menunjikkan kursi di sampingnya).
Aisya : Tapi
pakaian saya kotor tanah liatan ( membersihkan tanah liat yang menempel di baju
).
Imam :
Biarlah yang pennting kita lomba dulu.
Juri :
Bisa di mulai?
Ustad : Ya
bisa, Min duduk sana dekat Imam ( menunjukkun kursi kosong di samping Imam ).
Amin : Ya
ustad ( pergi duduk kearah Imam ).
Perlombaan telah dimulai
terjadi persaingan yang sangat ketat, matahari bersinar memuntahkan panasnya
sehingga detak jantung yang berdetak kencang berdetak lebih kencang lagi
bagaikan harimau yang mau mengejar mangsanya.
Soal
demi soal telah di jawab masing-masing kelompok dan akhirnya tim pengajian yang
mewakili Kuang Dalam berhasil memenangkan pertandingan. Sebelum pulang mereka
beristirahat terlebih dahulu. Ustad memanggil Amin yang lagi termenung.
Ustad : Amin
sini ( melambaikann tangan ).
Amin : Ya ustad
( pergi duduk di samping Ustad )
Ustad :
Kaliann datang kemari naik apa?
Amin : Naik
perahu Ustad.
Ustad :
Perahu? Jarak sejauh itu kau lakukan?
Amin :
Terpaksa Ustad, sabab saya sudah bawa kabur bocah bawel itu ( menunjuk kea rah
Aisya ).
Ustad : Lalu
dimana Perahunya?
Amin : Di
sungai dekat lapangan bola.
Ustad : Nanti
suruh sopir truk itu membawanya ke dalam truk( menunjuk sopir truk ),
Amin : Ya
ustad.
Waktu istirahat telah
selesai mereka pun pergi kesungai mengambil perahu dan memasukannya kedalam
truk dan mereka pun pulang dengan perasaan yang sangat mengembirakan mereka
mencium-cium tropi tanda kemenangan, rasa gembira telah membawa mereka ke dalam
kebahagiaan yang sangat besar hingga tanpa terasa mereka telah tiba di desa,
mereka pun turun dengan hati yang berbunga-bunga dan memulangkan perahu ke Pak
Daud. Mereka pun pulang kerumah masing-masing, kecuali Aisya yang termenung dan
Amin pun menghampirinya.
Amin : Hei
kenapa kau termenung ( mendekati Aisya ) ?
Aisya : Aku
tidak berani pulang ( duduk sambil menunduk ).
Amin :
Kenapa? Ibu mu?
Aisya : Iya
siapa lagi.
Amin : (
menarik tangan Aisya) Berdiri, biar ku antar kau pulang.
Aisya : Aku
tidak berani, sapu tangan batik yang dia berikan ke aku hilang(berdiri ).
Amin : Ikut
saja(berjalan).
Aisya :
(berjalan sambil menangis ).
Adegan 6
Mereka
sampai di rumah Aisya dan Ibunya telah menunggu di depan rumah.
Ibu Aisya : Kemana kau
(memegang sapu )?
Aisya : Ikut
lomba Bu ( menunduk ).
Ibu Aisya : Sudah kau temukan sapu tangan mu?
Aisya :
Belum Bu.
Ibu
Aisya : Berani kau pulang, sebelum kau menemukan sapu tangan mu?
Aisya : (
berbalik badan dan menangis ).
Ibu
Aisya : Siapa kau bawa kemari ( melihat Amin ).
Amin : Aku Amin Bu.
Ibu Aisya
: Siapa yang suruh kamu perkenalan? Oh kamu tadi yang membawa Aisya kabur dari
rumah pagi tadi!!!
Amin : Ya kan
Ibu tidak tahu nama saya, lalu kenapa Ibu rela mengusir Aisya dari rumah? Ibu
itu lebih menyayangi sapu tangan yang hilang di banding dengan anak mu sendiri.
Aisya : Hei
jangan bicara begitu ( sambil menangis ).
Amin : Biari
saja biar ibu mu tahu bagaimana menyayangi anaknya.
Aisya : Nama
mu siapa? Asal kamu tahu Ibu yang berada di depan mu itu bukan Ibu kandungku,
ibu kandungku telah meninggal.
Amin : Aku
Amin. Pantas saja Ibu tidak menyanyangi Aisya ( menoleh ke arah Ibu Aisya )
Ibu Aisya : ( terdiam ).
Amin : Kenapa
bu, Ibu itu seharusnya menyanyangi Aisya dengan sepenuh hati, menganggap Aisya
anak mu sendiri, seharusnya Ibu bersyukur karena telah dikasih anak meski dia
bukan anak kandungmu, Ibu mendapatkan anak yang begitu cantik. Banyak orang di
luar sana yang tidak mempunyai anak, sementara Ibu mempunyai anak, seharusnya
Ibu bersyukur. Tidak menyia-nyiakan pemberian Allah kepadamu.
Aisya : Amin
diam saja kau. Pergi sana.
Amin : Baik,
ambil ( memberikan sapu tangan Aisya ).
Aisya : (
terkejut ).
Ibu Aisya : Oh jadi dia yang mengambilnya ( melihat
ke arah Amin yang telah pergi ). Aisya maafi Ibu ( memeluk Aisya ).
Aisya : Ibu
(memeluk balas Ibunya ) Aisya juga minta maaf.
Ibu Aisya : Temanmu benar ibu telah salah selama
ini, cepat kejar temanmu ( melepaskan pelukkan ).
Aisya : Ya Bu
( berlari mengejar Amin ).
Amin : (
berjalan )
Aisya : Amin
tunggu (mendekat Amin ).
Amin : (
berhenti ).
Aisya : Aku
kesal sama kamu, karena kamu sapu tangan ku hilang ( menampar Amin ). Tapi
karena kamu aku dan Ibu kembali baik, sementara aku tidak bisa mengembalikan
itu semua, maafi aku ( memeluk Amin ).
Amin : (
melepaskan pelukkan ) enak saja kamu minta maaf.
Aisya :
Kenapa?
Amin : Sakit
tahu ( tertawa ).
Aisya : ( tertawa
).
Amin : Kamu
mau tidak menjadi temanku?
Aisya : Siapa
yang tidak mau berteman orang seperti kamu.
Amin : (
melompat kegirangan ) Yeh.
Aisya : Haha,
makasih ya.
Amin : (
berhenti melompat ) apa?
Aisya :
Makasih.
Amin : (
terduduk ) ya sama-sama.
Hari
yang suram telah berganti dengan hari yang penuh tawa dan semangat, matahari
yang bersinar ikut tertawa melihat desa yang jauh dari keramaian, akhirnya
penuh dengan kebahagiaan, ibu tiri yang kejam telah berubah menjadi Ibu yang
penyayang terhadap anaknya bahkan semua
anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar